Sidang Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula: Keterangan Saksi Justru Meringankan Tom Lembong

Faqih Ahmd

Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong saat hendak menjalani sidang dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025)

(KININEWS) – Persidangan kasus dugaan korupsi terkait impor gula oleh Kementerian Perdagangan pada era Menteri Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) kini memasuki tahap pemeriksaan saksi. Biasanya, saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tahap pembuktian dakwaan bertujuan untuk memberatkan terdakwa. Namun, dalam persidangan yang digelar pada Kamis (20/3/2025) dan Senin (24/3/2025), enam saksi yang memberikan kesaksiannya justru menguatkan posisi Tom Lembong.

“Saya semakin lega hari ini karena semakin banyak kebenaran yang terungkap,” ujar Tom usai sidang pada Senin sore.

Keterangan Saksi Memperkuat Legitimasi Kebijakan Impor

Enam saksi yang dihadirkan berasal dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Dari Kementerian Perindustrian, hadir Cecep Saepulah Rahman (Perencana Ahli Muda Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan) serta Edy Endar Sirono (Kasi Standarisasi di Direktorat yang sama). Sementara dari Kementerian Perdagangan, saksi yang dihadirkan antara lain Direktur Impor Kemendag, Muhammad Yany (mantan Kasubdit 2 Importasi Produk Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Kemendag periode 2014-2016), Eko Aprilianto Sudrajat (Atase Perdagangan RI di Seoul), Robert J. Bintaryo (Direktur Bahan Pokok Strategis Ditjen Perdagangan Dalam Negeri), dan Susy Herawati (mantan Kepala Subdirektorat Barang Pertanian, Kehutanan, Kelautan, dan Perikanan periode September 2016 – Januari 2018).

Menurut Tom Lembong, keterangan para saksi semakin memperkuat bahwa kebijakan impor gula yang diterapkan saat itu memiliki dasar yang kuat dan tidak menyalahi aturan.

Kebijakan Impor Tidak Merugikan Petani

Dalam persidangan, Direktur Bahan Pokok Strategis, Robert J. Bintaryo, menyatakan bahwa kebijakan impor gula yang dilakukan tidak berdampak negatif terhadap petani tebu. Tom menanyakan apakah benar PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) kesulitan mendapatkan stok gula sebanyak 200.000 ton untuk kebutuhan dalam negeri, karena petani lebih memilih menjual langsung ke pasar dengan harga lebih tinggi dibandingkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan Rp 8.900 per kilogram.

Robert membenarkan bahwa petani puas dengan harga yang mereka dapatkan di pasar, sehingga tidak perlu menjual ke PPI. “Jadi PPI tidak perlu menjalankan fungsi sebagai penjamin harga karena petani sudah mendapatkan harga yang lebih baik di pasar?” tanya Tom. “Iya, benar,” jawab Robert.

Tom kemudian menegaskan bahwa salah satu tuduhan JPU adalah kebijakan impor gula ini dianggap merugikan petani, karena dilakukan saat musim panen. Namun, dengan fakta bahwa petani justru memperoleh harga lebih tinggi di pasar, tuduhan tersebut menjadi tidak relevan.

Impor Gula Tidak Hanya Terjadi di Era Tom Lembong

Sidang juga mengungkap bahwa kebijakan impor gula bukan hanya dilakukan pada masa jabatan Tom Lembong. Saksi Susy Herawati mengungkap bahwa Menteri Perdagangan setelah Tom, Engartiasto Lukita, juga melakukan impor gula, bahkan tanpa melalui rapat koordinasi terbatas (Rakortas) antar kementerian.

Menurut Susy, ada perintah langsung dari pimpinan agar impor tetap dilaksanakan meskipun tidak memenuhi prosedur yang seharusnya. “Saya menyampaikan ke pimpinan bahwa ini tidak memenuhi prosedur, tetapi direktur saya mengatakan ini adalah perintah langsung dari Menteri Engartiasto Lukita,” jelasnya.

Dokumen Importasi Gula Diketahui oleh Presiden

Saksi lainnya, Eko Aprilianto Sudrajat, membenarkan bahwa kebijakan impor gula di era Tom Lembong telah dikomunikasikan secara resmi kepada Presiden Joko Widodo. Dokumen terkait kebijakan ini juga disampaikan kepada berbagai kementerian terkait, termasuk Kementerian Koordinator Perekonomian.

Tom menanyakan apakah surat-surat persetujuan impor tersebut juga ditembuskan kepada Presiden, Kapolri, dan KSAD. Eko menjawab, “Iya.”

Tom juga menegaskan bahwa proses importasi gula saat ia menjabat dilakukan secara transparan. “Setiap rapat koordinasi selalu terbuka untuk media, dan ada siaran pers yang disampaikan ke publik,” ujarnya.

Tuduhan dan Potensi Kerugian Negara

Dalam kasus ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Ia dituduh telah melakukan tindakan yang memperkaya pihak lain atau korporasi, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar dalam kebijakan importasi gula untuk kebutuhan pangan nasional.

Namun, dengan keterangan saksi yang dihadirkan, Tom merasa semakin optimis bahwa kebijakan yang diambilnya memiliki dasar kuat dan tidak merugikan petani maupun negara.

Penulis:

Faqih Ahmd

Related Post

Tinggalkan komentar