Polisi dan BI Bongkar Sindikat Uang Palsu di Bogor

Faqih Ahmd

Foto: Polda Metro Jaya mengungkap sindikat peredaran uang palsu Rp 22 miliar. (Dok. Istimewa)

Aparat kepolisian bersama Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) yang melibatkan Bank Indonesia (BI), berhasil mengungkap jaringan pembuat uang palsu di sebuah rumah di kawasan Kelurahan Bubulak, Kota Bogor. Dalam pengungkapan ini, Polres Metro Tanah Abang menetapkan delapan orang sebagai tersangka yang terlibat dalam produksi dan peredaran uang palsu tersebut. Lebih dari 23 ribu lembar uang palsu senilai Rp2,3 miliar turut diamankan sebagai barang bukti.

Bank Indonesia menyatakan bahwa secara umum peredaran uang palsu telah mengalami penurunan. Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, M. Anwar Bashori, menyampaikan bahwa BI mendukung penuh proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian dengan menyediakan klarifikasi keaslian uang dan tenaga ahli untuk mengidentifikasi ciri-ciri uang Rupiah yang asli.

Menurut Anwar, uang palsu yang ditemukan di lokasi memiliki kualitas sangat buruk. Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, tidak ada fitur keamanan pada uang palsu tersebut yang berhasil ditiru. Uang tersebut hanya dicetak menggunakan bahan kertas biasa dengan teknik sederhana dan sangat mudah dikenali menggunakan metode 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).

“Oleh karena itu, masyarakat tetap dapat melakukan transaksi tunai dengan tenang, asalkan tetap waspada dan mengenali ciri keaslian uang dengan metode 3D, yang informasinya bisa diakses melalui situs resmi BI,” ujarnya.

Tren Uang Palsu Menurun

Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa peredaran uang palsu terus menunjukkan tren menurun. Hal ini tidak lepas dari peningkatan kualitas uang yang dicetak, baik dari segi bahan, teknologi, maupun fitur keamanannya. Selain itu, edukasi publik yang masif dan kerja sama erat antara berbagai lembaga dalam Botasupal turut berkontribusi.

Pada 2024, rasio uang palsu tercatat sebesar 4 lembar per 1 juta lembar uang yang beredar (4 ppm), turun dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 5 ppm. BI menegaskan bahwa uang palsu bukan merupakan alat transaksi yang sah dan tidak memiliki nilai tukar.

Sebagai bagian dari langkah preventif, BI terus memperkuat desain uang Rupiah agar lebih mudah dikenali dan sulit dipalsukan. Masyarakat juga diimbau untuk memahami dan menjaga keaslian uang Rupiah dengan menggunakan metode 3D serta, bila perlu, alat bantu seperti sinar ultraviolet untuk memeriksa keaslian uang kertas.

Ancaman Hukum Bagi Pelaku Pemalsuan

BI turut mengingatkan masyarakat bahwa pemalsuan uang merupakan tindak pidana berat. Berdasarkan Undang-Undang Mata Uang Pasal 36, pelaku pemalsuan dapat dikenai hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar. Sementara itu, siapa pun yang menyebarkan atau menggunakan uang palsu dengan sadar dapat dipidana hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp50 miliar.

Untuk mencegah peredaran uang palsu, BI secara berkala berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait dalam Botasupal seperti BIN, Polri, Kejaksaan, dan DJBC, serta menggencarkan edukasi melalui program “Cinta, Bangga, Paham Rupiah.” Program ini mendorong masyarakat untuk mengenali keaslian uang dan merawatnya dengan baik.

Sebagai panduan, masyarakat juga diingatkan untuk menerapkan prinsip “5 Jangan” dalam memperlakukan uang Rupiah, yaitu: Jangan Dilipat, Jangan Dicoret, Jangan Distapler, Jangan Diremas, dan Jangan Dibasahi. Edukasi mengenai keaslian uang juga terus disampaikan melalui media sosial dan situs resmi BI.

Penulis:

Faqih Ahmd

Related Post

Tinggalkan komentar