Pakar hukum pidana Universitas Bengkulu, Zico Junius Fernando, menegaskan bahwa penyelidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina (Persero) harus dilakukan secara transparan dan profesional. Jika mengacu pada periode penyelidikan yang mencakup tahun 2018 hingga 2023, maka kebijakan impor minyak mentah yang menjadi objek perkara berada di bawah kewenangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada masa tersebut.
Prinsip Penegakan Hukum yang Objektif
Zico menekankan pentingnya menerapkan asas praduga tak bersalah, akuntabilitas, dan transparansi dalam proses hukum guna memastikan penanganan kasus ini berjalan secara objektif. “Prinsip-prinsip dasar dalam penegakan hukum harus diimplementasikan agar proses investigasi dilakukan secara profesional,” ujarnya, Selasa (11/3/2025).
Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, tindakan korupsi dapat mencakup berbagai bentuk, termasuk penyalahgunaan wewenang, pengambilan keputusan yang merugikan negara, serta praktik suap dalam kebijakan publik. Oleh karena itu, jika ditemukan indikasi penyalahgunaan wewenang dalam kebijakan impor minyak mentah selama periode 2018–2023 yang mengakibatkan kerugian negara, maka pihak yang bertanggung jawab harus diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Zico menambahkan bahwa pemeriksaan hukum harus difokuskan pada individu atau pihak yang memiliki kewenangan dalam kurun waktu tersebut. Ia juga mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut kasus ini secara independen dan berbasis bukti yang sah guna menghindari kriminalisasi terhadap pihak yang tidak terlibat.
Pentingnya Mengembalikan Kepercayaan Publik
Menurut Zico, proses hukum yang objektif tidak hanya bertujuan menindak pelaku, tetapi juga untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan memastikan pemberantasan korupsi berjalan efektif.
“Perlu dicatat bahwa Bahlil Lahadalia baru dilantik sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024, sehingga secara faktual, ia tidak memiliki kewenangan atas kebijakan yang diambil pada periode 2018–2023,” jelasnya.
Zico mengingatkan masyarakat agar tidak terburu-buru menyimpulkan dan lebih cermat dalam memahami kasus ini. Kejagung, katanya, memiliki peran penting dalam mengungkap skandal korupsi ini secara terang benderang.
“Secara objektif, pertanggungjawaban hukum atas kebijakan impor minyak mentah dalam periode tersebut harus dialamatkan kepada pejabat yang memiliki otoritas saat itu, kecuali ada bukti kuat bahwa Bahlil telah memainkan peran aktif sebelum menjabat,” tegasnya.
Dukungan DPR untuk Pengusutan Kasus
Anggota Komisi VII DPR RI, Mukhtarudin, turut mendorong Kejagung untuk memeriksa Menteri ESDM yang menjabat dalam periode dugaan korupsi tersebut. “Bapak Bahlil Lahadalia sedang melakukan pembersihan dan pembenahan tata kelola niaga impor BBM,” ungkap politisi dari Dapil Kalimantan Tengah itu.
Mukhtarudin menekankan bahwa terbongkarnya skandal ini harus menjadi momentum bagi Pertamina dan anak perusahaannya untuk mereformasi tata kelola bisnis minyak dan gas. “Momentum perbaikan ini harus dimanfaatkan untuk mengembalikan arah pengelolaan kekayaan alam negara sesuai dengan mandat konstitusi,” ujarnya.
Penyidikan Kasus dan Kerugian Negara
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung telah menyelidiki dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), termasuk subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) selama periode 2018–2023.
Dalam perkembangannya, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka, enam di antaranya merupakan pejabat anak perusahaan Pertamina. Kerugian negara akibat skandal ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kejagung menegaskan bahwa penyelidikan akan terus berlanjut untuk mengungkap aktor-aktor lain yang terlibat dalam kasus ini.