Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat sejumlah pejabat dan anggota DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, terkait dugaan suap proyek infrastruktur.
Awal Mula Kasus
Pada Januari 2025, pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun Anggaran 2025 berlangsung. Dalam proses ini, anggota DPRD OKU mengajukan pokok-pokok pikiran (pokir) yang mencakup proyek strategis, seperti rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, renovasi kantor Dinas PUPR OKU, perbaikan jalan, dan pembangunan jembatan. Total nilai proyek pokir yang disepakati mencapai Rp35 miliar, dengan permintaan fee sebesar 20% atau sekitar Rp7 miliar.
Kenaikan Anggaran Dinas PUPR
Setelah kesepakatan tersebut, anggaran Dinas PUPR dalam APBD 2025 meningkat signifikan dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar. Kenaikan ini diduga terkait dengan kesepakatan fee antara anggota DPRD dan Kepala Dinas PUPR OKU.
Pada 15 Maret 2025, sekitar pukul 06.30 WIB, tim KPK mendatangi rumah Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah (NOP), dan menemukan serta menyita uang sebesar Rp2,6 miliar. Uang tersebut diduga bagian dari fee proyek yang telah disepakati sebelumnya.
Penetapan Tersangka
Setelah melakukan pemeriksaan, KPK menetapkan enam tersangka dalam kasus ini, yaitu:
- Ferlan Juliansyah (FJ), Anggota Komisi III DPRD OKU dari Fraksi PDI Perjuangan
- M. Fahrudin (MFR), Ketua Komisi III DPRD OKU dari Partai Hanura
- Umi Hartati (UH), Ketua Komisi II DPRD OKU dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
- Nopriansyah (NOP), Kepala Dinas PUPR OKU
- F, staf Dinas PUPR OKU
- AS, pihak swasta
Para tersangka diduga terlibat dalam praktik suap-menyuap terkait pengadaan proyek infrastruktur di Kabupaten OKU.
Tindakan Lanjutan
KPK terus melakukan pengembangan kasus untuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat serta memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran daerah serta pengawasan ketat terhadap praktik korupsi di tingkat lokal.