Mahasiswa cabut permohonan uji materi di MK soal caleg putra daerah

Eka Firmansyah

Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang memutuskan untuk mencabut permohonan uji materi terhadap Pasal 240 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Pemilu yang sebelumnya diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan tersebut bertujuan agar MK mengatur ketentuan bagi calon anggota legislatif (caleg) putra daerah.

Dalam sidang perbaikan permohonan di MK, Jakarta, Selasa, Arief Nugraha Prasetyo, perwakilan para pemohon, menyatakan bahwa mereka menarik permohonan dengan Nomor Registrasi 7/PUU-XXIII/2025. Keputusan ini diambil karena keterbatasan waktu untuk melengkapi berkas yang diperlukan.

“Kami sudah berupaya melakukan perbaikan selama dua minggu terakhir, tetapi masih kekurangan data yang dibutuhkan. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menarik permohonan ini,” ujar Arief dalam persidangan daring.

Lebih lanjut, Arief menjelaskan bahwa Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang akan terus menyuarakan urgensi aturan caleg putra daerah melalui jalur lain di luar mekanisme uji materi di MK.

Keputusan pencabutan permohonan ini disampaikan dalam sidang panel yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani. Menurut Saldi Isra, MK telah menerima surat penarikan dari aliansi mahasiswa tersebut pada Sabtu (15/3) malam, dan setelah diklarifikasi dalam persidangan, pencabutan ini resmi sehingga perkara tidak dilanjutkan.

“Kami telah mengonfirmasi penarikan permohonan ini dan berterima kasih kepada saudara yang telah hadir serta menyampaikannya,” kata Saldi.

Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK pada Rabu (5/3), Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang mengajukan keberatan terhadap Pasal 240 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Aliansi ini terdiri dari delapan mahasiswa, yaitu Ahmad Syarif Hidayaatuullah, Arief Nugraha Prasetyo, Samuel Raj, Alvin Fauzi Khaq, Aura Pangeran Java, Akhilla Mahendra Putra, Arya Ashfihani H.A., dan Isnan Surya Anggara.

Pada akhir persidangan pertama, hakim memberikan saran agar pemohon memperjelas kedudukan hukum (legal standing) mereka. MK memberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan tersebut.

Pasal 240 Ayat (1) Huruf c UU Pemilu menyatakan bahwa bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota harus berstatus sebagai warga negara Indonesia dan bertempat tinggal di wilayah NKRI.

Dalam permohonannya, para pemohon menyoroti rendahnya keterwakilan putra daerah sebagai caleg di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Mereka menyebut bahwa pada Pemilu 2024, terdapat 1.294 caleg DPR yang tidak memiliki kedekatan dengan dapil tempat mereka dicalonkan, dengan mayoritas berasal dari DKI Jakarta dan sekitarnya.

Dari total 9.917 calon dalam daftar calon tetap (DCT) yang ditetapkan oleh KPU, sebanyak 5.701 caleg (57,5 persen) berdomisili di luar dapilnya. Sementara itu, 3.605 caleg (36,4 persen) tidak hanya tinggal di luar dapil, tetapi juga tidak lahir di kabupaten/kota dapil tersebut. Selain itu, sebanyak 1.294 caleg (13 persen) tidak memiliki keterkaitan dengan dapilnya, baik dari segi tempat tinggal, kelahiran, maupun riwayat pendidikan di wilayah tersebut.

Menurut pemohon, sistem politik di Indonesia cenderung memprioritaskan kader yang dekat dengan dewan pimpinan pusat untuk menjadi caleg, sehingga menyulitkan kader daerah yang telah lama berpolitik di daerahnya untuk ikut serta dalam pemilihan legislatif.

Oleh sebab itu, mereka mengusulkan agar Mahkamah Konstitusi mengubah ketentuan dalam Pasal 240 Ayat (1) Huruf c UU Pemilu, sehingga caleg diwajibkan berdomisili di dapil tempat pencalonan mereka selama minimal lima tahun sebelum ditetapkan sebagai calon.

Dalam permohonannya, para pemohon mengusulkan agar pasal tersebut berbunyi: “Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia asli dan harus memenuhi persyaratan: c. Bertempat tinggal di daerah pemilihan tempat mencalonkan diri sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum penetapan calon dan dibuktikan dengan KTP.”

Penulis:

Eka Firmansyah

Related Post

Tinggalkan komentar