Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pada Kamis (13/3).
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, Ahok akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023.
“Iya, betul, pemeriksaan dijadwalkan besok,” ujar Harli saat dikonfirmasi melalui pesan singkat pada Rabu (12/3).
Harli menambahkan bahwa pemeriksaan Ahok rencananya akan dimulai pukul 10.00 WIB. Namun, belum dapat dipastikan apakah Ahok akan memenuhi panggilan tersebut atau tidak.
Sebelumnya, Ahok menyatakan kesiapannya jika dipanggil oleh Kejagung dan akan memberikan keterangan sesuai kebutuhan penyidik.
Terkait dugaan adanya modus impor BBM di Pertamina yang menyebabkan kerugian negara, Ahok tidak memberikan jawaban pasti, mengingat hal tersebut berkaitan dengan aspek teknis pengadaan.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa Pertamina memiliki sistem pengawasan yang berlapis, termasuk dari Badan Pengawas Keuangan.
“Kalau diminta memberi keterangan, saya siap dan senang,” kata Ahok dalam pesan singkatnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka, terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satu tersangka adalah Riva Siahaan, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Kejagung mengungkapkan bahwa total kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya meliputi kerugian dari ekspor minyak mentah domestik sebesar Rp35 triliun, impor minyak mentah melalui DMUT/Broker senilai Rp2,7 triliun, serta impor BBM melalui mekanisme serupa yang merugikan negara sebesar Rp9 triliun.
Selain itu, kompensasi yang diberikan pada 2023 mencapai Rp126 triliun, sedangkan subsidi yang dikeluarkan pada tahun yang sama sekitar Rp21 triliun.
Para tersangka diduga bersekongkol dalam mengimpor minyak mentah dengan cara yang tidak sesuai prosedur dan mengolahnya secara tidak semestinya. Akibat perbuatan mereka, harga BBM yang dijual ke masyarakat meningkat, sehingga pemerintah harus mengalokasikan subsidi lebih besar yang bersumber dari APBN.