Ledakan Limbah Tekstil, Swedia Kewalahan Hadapi Pakaian Bekas Warga

Febri S

Pusat-pusat daur ulang di Swedia menghadapi lonjakan besar limbah tekstil setelah Uni Eropa memberlakukan larangan pembuangan pakaian bekas ke tempat sampah. Kebijakan ini mewajibkan negara anggota untuk memilah dan mendaur ulang tekstil secara terpisah, namun infrastruktur yang belum siap membuat Swedia kewalahan.

Brian Kelly, Sekretaris Jenderal toko amal Artikel2 di Stockholm, menyatakan bahwa volume pakaian bekas yang masuk meningkat drastis. “Banyak sekali pakaian yang masuk setiap hari. Ini gila, jumlahnya meningkat drastis,” ujarnya.

Data dari Stockholm Vatten och Avfall menunjukkan peningkatan 60% dalam pengumpulan limbah tekstil pada Januari dan Februari 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, sekitar 60–70% dari tekstil yang disortir hanya bisa digunakan kembali, 20–30% didaur ulang menjadi bahan lain, dan sisanya dibakar untuk energi.

Warga Swedia membuang sekitar 90.000 ton limbah tekstil per tahun, atau 10 kg per orang. Angka ini masih di bawah rata-rata Uni Eropa yang mencapai 19 kg per orang. Namun, kurangnya fasilitas penyortiran skala besar membuat sebagian besar pakaian bekas diekspor ke negara seperti Lituania untuk diproses lebih lanjut.

Yvonne Augustsson dari Badan Perlindungan Lingkungan Swedia mengungkapkan bahwa produksi pakaian juga memiliki dampak lingkungan signifikan. “Untuk membuat kaus seberat 135 gram, dibutuhkan 2.500 liter air dan 1 kg bahan kimia, menghasilkan emisi gas rumah kaca sekitar dua hingga lima kilogram,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa memperpanjang masa pakai pakaian dari rata-rata 30 kali menjadi 60 kali dapat mengurangi dampak iklim hingga setengahnya.

Pemerintah Swedia kini mendesak perusahaan fast fashion untuk bertanggung jawab atas limbah yang mereka hasilkan. Langkah ini diharapkan dapat mendorong industri fesyen menuju praktik yang lebih berkelanjutan dan mengurangi beban pada sistem daur ulang nasional.

Penulis:

Febri S

Related Post

Tinggalkan komentar